BUM Desa, Macan Ekonomi Indonesia

Oleh: Dr. Halim Iskandar, Menteri Desa PDTT dan Transmigrasi

KESADARAN bangsa Indonesia dalam mengelola aset dan segenap potensi desa untuk tujuan ekonomi dan sosial telah berlangsung lama. Kesadaran ini menjadi basis hidup dan penghidupan warga, setidaknya pada lebih kurang 250 entitas masyarakat budaya, yang diakui Undang-Undang Dasar 1945 telah eksis sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.

Entitas masyarakat budaya kini berkembang menjadi “desa” (Jawa dan Bali), “dusun” (Palembang), “nagari” (Minang) atau “gampong” (Aceh), dan memiliki kewenangan mengelola penduduk, pranata lokal, dan sumber daya ekonominya. Kewenangan yang melekat pada desa dilegitimasi oleh seluruh pemimpin Indonesia dengan mengagregasi cita-cita kebangkitan ekonomi desa, hingga menyiapkan dan memastikan jalan kemandirian desa dalam kebijakan berupa undang-undang dan peraturan pemerintah.

Salah satunya melalui usaha yang dimiliki desa. Usaha milik desa yang kini dikenal Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) bukanlah hal baru bagi desa. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, pada penjelasan ke-28, secara lugas menyebutkan bahwa Desapraja dapat berusaha sendiri membangun perusahaan-perusahaan Desapraja, bahkan mengatur status kelembagaan perusahaan desa, domisili, hingga unit usaha yang harus sesuai potensi desa.

Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mendukung pendirian usaha desa, berupa pasar desa, usaha pembakaran kapur, genteng dan batu bata, peternakan, perikanan, dan lain-lain. Pasca-Reformasi 1998, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberi jalan bagi lahirnya badan usaha sebagai salah satu sumber pendapatan desa, yang dilanjutkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Karena itu pula sebelum Undang-Undang Desa lahir pada 2014, telah berdiri sebanyak 8.189 BUM Desa di seluruh Indonesia.

Undang-Undang Desa kian menggairahkan pendirian BUM Desa. Sebanyak 6.274 BUM Desa berdiri pada 2015; 14.132 BUM Desa pada 2016; 14.744 BUM Desa pada 2017; 5.874 BUM Desa pada 2018; dan 1.878 BUM Desa pada 2019. Inisiatif pendirian BUM Desa terus bergelora di desa-desa, termasuk sepanjang pandemi COVID-19, dari 2020 hingga 2021. Pada 2022 ini telah beroperasi total 60.417 BUM Desa. Selain itu, tercatat pendirian 6.583 BUM Desa Bersama sebagai wujud kerja sama usaha antardesa. Hingga 2022, untuk modal awal seluruh BUM Desa tersebut, telah dialokasikan sebesar Rp 5,8 triliun dana desa. Hasilnya, dari keseluruhan BUM Desa, desa-desa dapat memetik hasilnya, berupa Pendapatan Asli Desa (PADesa) dari bagi hasil keuntungan BUM Desa sebesar Rp 1,8 triliun.

BUM Desa sebagai Badan Hukum

Sampai 2020, kelembagaan masih menjadi titik lemah BUM Desa. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 lahir memberi bentuk pasti kelembagaan BUM Desa sebagai badan hukum. Salah satu regulasi turunannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021, yang diundangkan pada 2 Februari 2021. PP itu secara khusus mengatur BUM Desa, meliputi pendirian, organisasi dan pegawai, rencana kerja, kepemilikan, modal, aset, pinjaman, unit usaha, pertanggungjawaban, pembagian hasil usaha, pendataan, pemeringkatan, pembinaan, dan pengembangannya.

Meski UU Nomor 11 Tahun 2020 tidak berlaku lagi, namun status badan hukum BUM Desa semakin kukuh dengan dikeluarkannya Perppu No 2 tahun 2022 yang telah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Ini menjadikan BUM Desa lebih lincah, gesit, dan cepat bergerak membangun bisnis yang menguntungkan secara ekonomi dan sosial bagi desa.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) mengimplementasi Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021, dengan menyiapkan kelengkapan administratif BUM Desa sebagai badan hukum publik. Sedangkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Permenkumham Nomor 40 Tahun 2021 berperan memberikan nomor dan mengesahkan badan hukum publik BUM Desa. Sampai Februari 2023, Kemenkumham telah mengeluarkan nomor badan hukum untuk 12.285 BUM Desa, 173 BUM Desa Bersama, dan 763 BUM Desa Bersama lkd. Jumlah ini akan terus berkembang dan terus bertambah setiap hari. Dari 13.221 BUM Desa yang sudah berbadan hukum, Kementerian Desa PDTT mencatat total omzetnya mencapai Rp 149,5 miliar. Tentu dari nilai omzet tersebut, tidak mungkin BUM Desa dapat membagi hasil usahanya sebagai PADesa sebesar Rp 1,8 triliun seperti pada artikel penulis “Setelah 9 Tahun Undang-Undang Desa” (Kompas, 20/01/2023).

PADesa sebesar Rp 1,8 triliun tersebut bersumber dari bagi hasil 67.000, terdiri dari 60.417 BUM Desa dan 6.583 BUM Desa Bersama, yang terbentuk hingga 2022, baik yang kini sudah berbadan hukum maupun sedang proses pendaftaran dan verifikasi badan hukum. Sedang omzet sebesar Rp 149,5 triliun, seperti pada iklan BUM Desa (Kompas, 02/02/2022) hanyalah omzet dari 13.221 BUM Desa, BUM Desa Bersama, dan BUM Desa Bersama lkd yang pada 2 Februari 2023 sudah mendapatkan pengesahan badan hukum. Pengesahan badan hukum BUM Desa terus berkembang, sampai 16 Mei 2023 tercatat sebanyak 14.140 BUM Desa dan 1.210 BUM Desa Bersama telah mendapat pengesahan badan hukum. Sebanyak 34.583 BUM Desa dan 3.815 BUM Desa Bersama sedang proses pendaftaran dan verifikasi pengesahan badan hukum.

Data ini, terus berkembang seiring animo BUM Desa dan BUM Desa mendapatkan pengesahan badan hukum. Macan Ekonomi Tidak hanya memfasilitasi BUM Desa secara administatif, peran paling utama Kementerian Desa PDTT adalah mendampingi, membina, dan mengembangkan BUM Desa. Sehari menjelang Hari BUM Desa, yang diperingati setiap tanggal 2 Februari, tercatat 7 BUM Desa dan BUM Desa Bersama telah menerima Nomor Induk Berusaha (NIB) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Sejak 1 Februari, BUM Desa dan BUM Desa Bersama dapat memperoleh NIB secara online melalui oss.go.id, laman khusus untuk perizinan daring terpadu. Sampai pertengahan Mei 2023, sudah ada sebanyak 348 BUM Desa dan 87 BUM Desa Bersama menerima NIB. Hingga kini, pengajuan NIB untuk beragam unit usaha BUM Desa dan BUM Desa Bersama terus berlanjut. Tentu saja, selain berfungsi sebagai identitas usaha, NIB berfungsi sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor (API), dan Akses Kepabeanan, terutama jika BUM Desa akan melakukan kegiatan ekspor maupun impor. Sebelumnya, telah banyak produk dari desa diterima pasar internasional, mulai dari kunyit, temulawak, jahe, porang, kopi, tepung mocaf, hingga produk songket.

Tanggal 21 Februari lalu, penulis melepas ekspor perdana dari BUM Desa Pulosari Handal, Bandung. Untuk pertama kalinya, sebanyak 8 ton kentang dan 200 kg buncis kenya, hasil pertanian kelompok wanita tani Desa Pulosari, Bandung, diekspor ke Singapura. Kedepan, akan semakin banyak BUM Desa mengkonsolidasi produk unggulan desa menjadi komoditas ekspor. Itulah wajah BUM Desa kini, menjadi lembaga ekonomi desa yang kuat, siap bekerja sama bisnis dengan lembaga apapun, serta dapat dengan mudah mengakses permodalan.

Kini, BUM Desa juga dipercaya menjalankan kegiatan penyaluran pembiayaan ultra mikro (UMi), sebagaimana telah dijalankan BUM Desa Tibubeneng, Kabupaten Badung. Langkah besar tersebut segera diakselerasi oleh 41 BUM Desa lain di Kabupaten Badung, diikuti juga oleh 15 BUM Desa Bersama lkd di Jawa Timur yang tengah dalam proses penilaian untuk menyalurkan pembiayaan ultra mikro.

Seiring waktu dan upayanya merespons kebutuhan desa di tengah perubahan zaman dan tuntutan dunia global, BUM Desa bertindak sebagai lembaga ekonomi desa dengan peran multifungsi, yaitu konsolidator ekonomi, mediator produk lokal desa untuk menjelajah pasar dunia, inkubator usaha warga, dinamisator usaha ekonomi warga, dan penjaga nilai ekonomi bagi kebudayaan, religiositas dan sumber daya alam desa kita. Kini, BUM Desa menjelma menjadi macan ekonomi Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “BUM Desa, Macan Ekonomi Indonesia”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *